Kamis, 26 Februari 2009

Yapedra; "Rumah Masa Depan"

Bagi kaum pesimistik, mungkin hal ini terlalu muluk-muluk untuk dibahasakan. Istilah tersebut lahir karena menjadi impian kami, lembaga ini menjadi wadah berproses bagi kawan-kawan yang akan terjun di dunia nyata. Dunia yang menurut seorang politisi "dunia yang sangat kompromistis dan penuh dengan tantangan yang bertolak belakang dengan dunia mahasiswa yang sangat idealis". Untuk itu mari bergabung bersama kami, menyiapkan tunas-tunas baru, pelanjut estafet kepemimpinan ditengah-tengah masyarakat. Mari kita buktikan bahwa "orang-orang muda", mampu mengambil peran yang signifikan ditengah mesyarakat yang tentunya akan bermuara pada kemajuan peradaban manusia itu sendiri. salam perjuangan.

Sekelumit Tentang Yapedra

Mungkin anda akan bertanya-tanya, berbagai lembaga swadaya masyarakat sudah banyak yang terbentuk di tengah masayarakat. Tapi realita membuktikan bahwa kontunyuitas roda lemabaga tersebut tidak berjalan optimal. Bahkan kalau mau ekstrim, bisa dikatakan hanya pajang nama dan pengurus. Yapedra sebagai sebuah lembaga yang konsen terhadap human development, pun sempat mengalami masa-masa sulit seperti demikian.

Namun lambat laun, persepsi demikian dapat kami geser dengan memperlihatkan beberapa kinerja yang tentunya bisa terlaksana karena komitmen pihak internal dan sokongan pihak luar yang simpatik terhadap aktivitas kami...

Dialog Dengan Kekasih

Dialog dengan kekasih
Aku tak biasa mencintaimu
Dengan romantisme berlebihan
Aku tak bisa mencintaimu
Dengan segenggam bunga
Aku hanya dapat mencintaimu
Seperti apa yang ibuku ajarkan
Bahwa mencintaimu hanya sebagai wanita

Aku meyakinimu
Seperti aku mengenal diriku...

Asa Tak Tergapai

Andaikan cermin yang siap pecah adalah hati kita.
Lalu kemana akan kita tabur ribuan kepingan bila kita belum punya ladang.
Jangan kaget kasihku, kita sama-sama terlahir dari mata air negeri dongeng yang masih coba mempertahankan kemegahannya, Maka dukamu adalah cermin hidupku.
Aku mencintaimu tapi kuharap kau membenciku. Agar aku tetap setia pada citaku yang belum pernah ku utarakan. Tapi akan kupahat sebagai sebuah epitaf hidup.

Aku bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya.
Bebas terbang mencari telatah, Maka diketika aku tiba dipelataran hatimu tolong lemparkan kembali.
Aku bagaikan lukisan yang tak akan pernah menyentuh bingkai meskipun kaulah bingkainya itu.

Rangkakilah gurun citamu, mungkin lewat belantara ilmu atau bahtera masa depan.
Dari jauh kan kulihat bahagiamu.
Meskipun bukan aku pendamping hidupmu